03 Desember 2021
351
Bertempat di Aula Hotel Grand Sumbawa Besar, Jumat (03/12) BPS Kabupaten Sumbawa melaksanakan Sosialisasi Survey Biaya Hidup (SBH) Tahun 2022. Pada kegiatan tersebut menghadirkan tiga narasumber yaitu Kepala BPS Kabupaten Sumbawa, Sekretaris Dinas Komunikasi Informatika Statistik dan Persandian Kabupaten Sumbawa, Kepala Bidang Perdagangan Diskoperindag Kabupaten Sumbawa. Hadir pada kegiatan tersebut peserta dari berbagai instansi baik vertikal maupun OPD lingkup Pemerintah Kabupaten Sumbawa. Sekretaris Dinas Komunikasi Informatika Statistik dan Persandian Kabupaten Sumbawa, Jufrie, S.Si, MM mengangkat tema “Inflasi dan Penentuan Arah Kebijakan”. Dalam pemaparannya beliau menyampaikan materi dari penjelasan visi Sumbawa Gemilang yang Berkeadaban sebagai rujukan dan ekosistem perencanaan pembangunan dimana asumsi makro ekonomi seperti inflasi merupakan indikator fundamental.
Lebih lanjut disampaikan Pentingnya Pengendalian Inflasi dan arah kebijakan pengendalian inflasi. Dampak kenaikan harga terhadap kemiskinan, bahwa penduduk miskin sangat rentan terhadap kenaikan harga khususnya harga kelompok bahan makanan dimana kontribusi komponen makanan terhadap garis kemiskinan 74%. Hal ini sangat beririsan dengan kondisi dimana porsi konsumsi terbesar adalah bahan makanan yang ditunjukkan oleh struktur Pengeluaran Rumah Tangga Kabupaten Sumbawa 53% merupakan bahan makanan dan 47% non bahan makanan sehingga peningkatan harga beras misalnya berpotensi meningkatkan inflasi (langsung dan tidak langsung) dan angka kemiskinan. Semakin rendah kelompok pengeluaran rumah tangga maka porsi konsumsi bahan makanan semakin besar, sehingga inflasi bahan makanan menjadi hal penting dalam menentukan kesejahteraan kelompok pengeluaran rendah. Berdasarkan pengamatan 2017-2019 terlihat bahwa pengurangan kemiskinan cenderung lebih tinggi ketika tingkat inflasi lebih rendah.
Perlunya keseimbangan dalam menjaga tingkat inflasi dapat dilihat bahwa Nilai Tukar Petani (NTP) dihitung dari perbandingan antara indeks harga yang diterima petani (HT) terhadap indeks yang dibayar petani (HB). Dalam konteks pengendalian inflasi, tingkat inflasi perlu dijaga dalam level rendah dan stabil, bukan serendah-rendahnya. Tingkat inflasi yang terlalu rendah tidak baik bagi kesejahteraan petani. Hal ini berpotensi menurunkan tingkat harga yang diterima petani yakni nilai jual produk pertanian dengan kondisi harga dibayar petani konstan, maka nilai tukar petani menurun.
Dalam situasi normal, tingkat inflasi perlu dijaga dalam level rendah dan stabil serta mendukung/akomodatif terhadap pencapaian momentum pertumbuhan ekonomi nasional dan daerah. Rendahnya inflasi saat pandemi covid-19 melanda lebih dicerminkan oleh rendahnya tingkat permintaan dan surplus pasokan terutama bahan pangan di beberapa daerah. Sehingga, rendahnya tingkat inflasi saat ini dengan diiringi rendahnya pertumbuhan ekonomi justru mengindikasikan terjadinya output loss dalam perekonomian. Kebijakan pengendalian inflasi diarahkan untuk menjaga daya beli masyarakat sehingga dapat mendukung pemulihan ekonomi nasional, demikian pungkas Sekdis Kominfotiksandi. (jk)